Day 3 MIWF 2018 (Understanding People from Other Parts of the World)

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvhNZYfxhGHE9wjjYKOFKlhyphenhyphenam-wSJfK_Va3va-VcwP5seIYJgXG8jQblJPGfmEt2YaP49r9chf9reaWe1nI3tkn-nongCOTqmjHtDHg_j55HjVKTXcmF_70BdGAyMAQ6Ab9aR6VgNxNIr/s320/IMG_20180504_174828.jpg

Dihari ketiga MIWF, saya menghadiri salah satu rangkaian acara MIWF di Unhas. Awalnya saya tertarik dengan judul materinya namun setelah melihat narasumbernya ternyata Ryoichi dan Matsui (sebagai penerjemah) yang sudah saya sebutkan di postingan sebelumnya Day 2 MIWF 2018. Sebelum memasuki ruangan, setiap peserta diberikan beberapa lembar terkait yang akan diceritakan oleh narasumber.

Ryoichi merupakan salah satu saksi dan korban bencana gempa bumi di Jepang pada 11 Maret 2011, lewat puisi ia mendokumentasikan pengalaman mengerikannya itu kemudian memposting ke akun twitter pribadinya, puisi yang menyentuh seakan-akan pembaca ikut merasakan apa yang dirasakan Wago pada kejadian itu. Setelah mengupload karyanya itu, dalam waktu singkat ia mendapat lebih dari 14,000 followers dan diretweet oleh banyak orang.  Puisi karyanya dibacakan dibanyak tempat guna menggalang dana untuk para korban gempa bumi. Kalimat yang selalu saya ingat diakhir cerita Wago  “What does your homeland represent to you?  I will not abandon my homeland.  My homeland is everything to me”.

Di sore hari saya berkunjung ke lokasi utama MIWF di benteng Fort Rotterdam, awalnya saya sangat ingin bertemu dengan Ridwan Amiluddin founder dari Perahu Pustaka. Sedikit cerita dua tahun yang lalu saya menghadiri seminar beliau, berkat ia saya termotivasi untuk menjadikan membaca sebagai hobi baru meskipun saya malas membaca. Ridwan Amiluddin mengedukasi lewat buku-buku juga sambil berlayar menggunakan perahu sandeq (khas mandar) memperkenalkan budaya Mandar yang dalam sejarahnya orang-orang mandar dikenal  sebagai pelaut ulung.

Kesalahan saya sehingga saya tiba dilokasi saat acara telah selesai, tak sepenuhnya rugi karena saya dapat melihat para pemain teater berlatih untuk pentas di makam hari,  dengan membawakan cerita Perahu Pustaka para pemain berlatih dengan serius diselingi dengan candaan, mereka dilatih oleh warga negara asing dan beberapa menggunakan bahasa isyarat untuk saling berkomunikasi, yang membuat saya takjub beberapa dari pemain teater ada yang tunarungu namun itu bukan penghalang untuk berkarya. Dari pertunjukan singkat yang saya lihat, bagaimana Ridwan Amiruddin melewati berbagai rintangan  untuk membawa buku-buku itu seperti badai, hujan, dan ombak besar. Saya hendak mewawancarai pelatih atau pemain teater itu namun melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, mereka bergegas untuk mempersiapkan pentas di malam hari.

Dibanding dengan dua hari sebelumnya, saya paling menikmati atmosfir MIWF dihari ketiga ini karena bercerita tentang kebudayaan yang saya sukai. Ryoichi  dan Ridwan menginspirasi banyak orang khususnya saya sendiri dengan berkarya dan membantu banyak orang tanpa menghilangkan identitas asal mereka. Bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang ysng menginspirasi seperti Ryoichi, harapan semoga nantinya bisa bertemu juga dengan Ridwan Amiruddin bercerita sesama orang mandar tentang budaya Mandar yang masih banyak yang ingin saya ketahui.


Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Menentukan Hati"

Kerjasama Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Era Jokowi Terkait Perdamaian di Palestina