Day 3 MIWF 2018 (Understanding People from Other Parts of the World)
Dihari ketiga MIWF, saya
menghadiri salah satu rangkaian acara MIWF di Unhas. Awalnya saya tertarik
dengan judul materinya namun setelah melihat narasumbernya ternyata Ryoichi dan
Matsui (sebagai penerjemah) yang sudah saya sebutkan di postingan sebelumnya
Day 2 MIWF 2018. Sebelum memasuki ruangan, setiap peserta diberikan beberapa
lembar terkait yang akan diceritakan oleh narasumber.
Ryoichi merupakan salah satu
saksi dan korban bencana gempa bumi di Jepang pada 11 Maret 2011, lewat puisi
ia mendokumentasikan pengalaman mengerikannya itu kemudian memposting ke akun
twitter pribadinya, puisi yang menyentuh seakan-akan pembaca ikut merasakan apa
yang dirasakan Wago pada kejadian itu. Setelah mengupload karyanya itu, dalam
waktu singkat ia mendapat lebih dari 14,000 followers dan diretweet oleh banyak
orang. Puisi karyanya dibacakan dibanyak tempat guna menggalang dana
untuk para korban gempa bumi. Kalimat yang selalu saya ingat diakhir cerita
Wago “What does your homeland represent to you? I will not abandon
my homeland. My homeland is everything to me”.
Di sore hari saya berkunjung ke
lokasi utama MIWF di benteng Fort Rotterdam, awalnya saya sangat ingin bertemu
dengan Ridwan Amiluddin founder dari Perahu Pustaka. Sedikit cerita dua tahun
yang lalu saya menghadiri seminar beliau, berkat ia saya termotivasi untuk
menjadikan membaca sebagai hobi baru meskipun saya malas membaca. Ridwan Amiluddin
mengedukasi lewat buku-buku juga sambil berlayar menggunakan perahu sandeq
(khas mandar) memperkenalkan budaya Mandar yang dalam sejarahnya orang-orang
mandar dikenal sebagai pelaut ulung.
Kesalahan saya sehingga saya
tiba dilokasi saat acara telah selesai, tak sepenuhnya rugi karena saya dapat
melihat para pemain teater berlatih untuk pentas di makam hari, dengan
membawakan cerita Perahu Pustaka para pemain berlatih dengan serius diselingi
dengan candaan, mereka dilatih oleh warga negara asing dan beberapa menggunakan
bahasa isyarat untuk saling berkomunikasi, yang membuat saya takjub beberapa
dari pemain teater ada yang tunarungu namun itu bukan penghalang untuk
berkarya. Dari pertunjukan singkat yang saya lihat, bagaimana Ridwan Amiruddin
melewati berbagai rintangan untuk membawa buku-buku itu seperti badai,
hujan, dan ombak besar. Saya hendak mewawancarai pelatih atau pemain teater itu
namun melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, mereka bergegas
untuk mempersiapkan pentas di malam hari.
Dibanding dengan dua hari
sebelumnya, saya paling menikmati atmosfir MIWF dihari ketiga ini karena
bercerita tentang kebudayaan yang saya sukai. Ryoichi dan Ridwan
menginspirasi banyak orang khususnya saya sendiri dengan berkarya dan membantu
banyak orang tanpa menghilangkan identitas asal mereka. Bersyukur bisa bertemu
dengan orang-orang ysng menginspirasi seperti Ryoichi, harapan semoga nantinya
bisa bertemu juga dengan Ridwan Amiruddin bercerita sesama orang mandar tentang
budaya Mandar yang masih banyak yang ingin saya ketahui.
Comments
Post a Comment